Knowledge is NOT Power

Bernaridho 1 Februari 2017

Knowledge is NOT Power

"Knowledge is power" adalah semboyan yang sangat sering diungkapkan. Semboyan ini adalah salah satu mantra yang banyak dipakai di lembaga pendidikan.

Tapi di sisi lain ada juga mantra yang bertentangan, yang juga cukup banyak dikenal. Mantra yang bertentangan ini menjadi sarana bagi siapapun yang ingin mengejek atau menyindir orang-orang yang rajin belajar.

Mantra apa yang bertentangan tersebut? Persisnya seperti ini "Banyak belajar banyak lupa. Kalau begitu untuk apa belajar?". Kalau dipikir, benar juga. Dari semua yang telah kita pelajari bertahun-tahun, berapa banyak yang kita ingat? Banyak hal yang kita lupakan dan tidak kita terapkan.

Ada acara televisi dari luar negeri berjudul "Are You Smarter Than a 5th Grader?". Peserta acara ini merentang dari orang bodoh hingga dosen kawakan. Toh, sepanjang yang saya ikuti, belum pernah ada yang memenangi hadiah utama. Toh semua peserta harus mengucapkan kata-kata "I'm not smarter than a 5th grader". Ya, peserta-peserta yang sangat pintar pun harus menyatakan bahwa mereka tidak lebih pintar daripada murid kelas 5 SD.

Pertanyaan-pertanyaan pada kuis / acara televisi itu banyak yang bersifat hapalan, dan ada juga yang bersifat nalar. Kebanyakan peserta gagal di pertanyaan yang bersifat hapalan; mereka gagal untuk menghapal pengetahuan. Jadi, memang untuk apa banyak belajar kalau banyak lupa?

Pengetahuan-pengetahuan hapalan itu sering disebut raw knowledge. Bila diterjemahkan: pengetahuan mentah. Kalau Anda mengikuti alur artikel ini sampai paragraf ini, Anda mungkin sudah menebak cacatnya argumen saya. Cacatnya ya itu: raw knowledge is power. Kapan raw knowledge is power? Dalam acara kuis dan mengisi TTS (Teka Teki Silang). Saya dulu sempat ingin juga ikut jadi peserta Who Wants To Be a Millionaire yang ditayangkan di sebuah TV swasta Indonesia. Tapi ternyata saya tak kuat menghapal banyak hal.

TI (Teknologi Informasi) sering didengungkan sebagai teknologi yang sangat cepat berubah. Saking cepatnya, saya dulu cukup sering melihat komentar di berbagai webpage dan weblog yang seperti ini "Untuk apa belajar TI? Teknologinya terlalu cepat basi. Belum menguasai suatu versi programming-tool, sudah muncul versi baru". Banyak yang akhirnya meninggalkan dunia TI karena putus asa mengikuti perkembangan teknologinya.

Dosen-dosen TI punya strategi klasik untuk menenangkan mahasiswa-mahasiswa yang galau dengan perkembangan TI. Mereka akan bilang seperti ini "Nak, pengetahuan itu tidak hanya dari ruang kelas. Pengetahuan itu luas, dapat datang dari mana saja". Walau terdengar bijak, nasihat ini sebenarnya sering disampaikan hanya karena mereka mereka tak sanggup memberi materi yang tidak mudah didapat dari luar kelas.

Saya punya strategi-strategi sendiri dalam menghadapi perkembangan TI sedemikian sehingga saya dapat menjadi praktisi selama dua dekade. Ada strategi menghadapi bahasa-bahasa pemrograman yang terus bertambah dan kerap berubah.

Salah satu strategi adalah membaca standar-standar bahasa pemrograman. Strategi lain adalah belajar cara membaca sintaks. Beberapa orang yang pernah melihat saya mengelola database merasa heran mengapa saya dapat mengetikkan SQL statements dengan benar padahal produk-produk terus berubah. Beberapa kali saya ditanya "Bagaimana cara menghapal SQL statements?"

Saya jawab "Saya tidak pernah hapal SQL statements dan tidak pernah mau menghapalnya." Pertanyaan yang kemudian sering diajukan "Lalu kenapa Bapak bisa troubleshoot berbagai masalah SQL statement?" Saya katakan saya selalu bawa file sintaks SQL, yang toh gratis diberikan produsen, siapapun produsennya. Kalau statement saya salah, saya tinggal lihat diagram sintaks, dan akan selalu bisa dituntaskan masalahnya.

Banyak orang andalkan Google untuk troubleshoot masalah di atas. Saya jarang search via Google untuk tuntaskan masalah-masalah seperti yang saya sebut di artikel ini. Saya andalkan Google untuk tuntaskan masalah-masalah jenis lain. Hasil pencarian via Google sering tidak menolong saya bila masalahnya terkait sintaks dan semantik. Yang lebih sering kita lihat adalah contoh-contoh statement yang berbeda. Terlalu banyak jawaban malah membingungkan.

Yang saya pelihara adalah metaknowledge : knowledge about knowledge. Saya memelihara knowledge/skill untuk membaca diagram sintaks dengan berbagai variasi. Ada banyak bukti bahwa kita sulit menghapal (raw) knowledge dan buktikan diri sendiri tentang metaknowledge; saya berani katakan: Knowledge is NOT (necessarily) power, metaknowledge is.

Sumber gambar: web-savvy-marketing.com